Delle Alpi, Turin. 1990
"Air Mata Gazza" menjadi topik utama di berbagai koran di Italia pada tahun 1990. Hingga puluhan tahun setelahnya tetap diingat tiap kali timnas Inggris menghadapi Jerman.
Air mata Paul "Gazza" Gascoigne membanjiri pipinya sesaat setelah dia menerima kartu kuning ketika Inggris dikalahkan Jerman Barat di pertandingan semifinal Piala Dunia 1990. Bahkan air matanya berlanjut ketika pertandingan usai.
Setelah beberapa permainan individu yang brilian melewati dua pemain Jerman Barat, Gazza kehilangan kontrol dengan bola hingga akhirnya melakukan tackle telat kepada Thomas Berthold yang membuatnya mendapatkan kartu kuning.
Gascoigne yang merupakan pemain termuda Inggris di turnamen, tahu konsekuensi atas hukuman pelanggaran itu.
Sebelumnya, dia telah menerima kartu kuning di babak 16 besar ketika melanggar pemain Belgia, Enzo Scifo. Artinya, dia tidak akan bisa bermain di final andai Inggris melaju ke partai puncak.
"Saat saya masih remaja dan bermain di tim muda, tiap malam saya bermimpi untuk bisa bermain di Piala Dunia. Dan di Italia saya meraih mimpi itu."
"Ketika saya mendapatkan kartu kuning, saya tahu semuanya telah berakhir", kenang Gazza.
Pelatih Inggris, Bobby Robson bisa merasakan kesedihan Gazza.
"Hatiku sungguh pilu", kata Bobby.
"Karena saya menyadari, bahwa ini adalah yang terakhir bagi Gascoigne. Ini adalah tragedi untuknya, untuk saya, untuk tim, untuk negara, dan untuk seluruh sepakbola."
"Karena dia terlalu bagus, dia juga hebat di pertandingan istimewa. Semakin besar pertandingannya, semakin baik yang dia dapat."
Rekan setim Gascoigne di Tottenham, Gary Lineker, kemudian tertangkap kamera melakukan gestur ke arah bangku cadangan Inggris ketika dia mencoba menenangkan Gascoigne.
"Saya bahkan tidak menyadari itu (gestur) dilihat oleh orang banyak, tidak terkecuali oleh kamera televisi."
"Saya melihat bibir bawahnya bergetar dan mulai menangis, saya ingin Bobby menyadarinya", kata Lineker.
Gazza terlalu sedih saat itu, tetapi dia menggambarkan kejadian itu di dalam bukunya, Glorious: My World, Football and Me.
"Tiba-tiba saya tidak mendengar apapun", tulisnya.
"Dunia tiba-tiba berhenti saat itu. Mata saya mengikuti gerakan tangannya (wasit), saat masuk ke kantong, kemudian keluar dengan kartu (kuning) itu."
Setelah Inggris kalah dalam adu tendangan penalti, Bobby Robson menenangkan pemain 23 tahun itu.
"Jangan khawatir", kata Bobby.
"Kamu telah menjadi salah satu pemain terbaik di turnamen. Ini adalah Piala Dunia pertamamu."
Tetapi pada kenyataannya, tragedi bagi Gazza bukan hanya saat Inggris kalah dalam adu penalti, tetapi Italia 1990 adalah Piala Dunia pertama dan terakhir bagi Gascoigne. Setelah itu dia tidak pernah lagi memperkuat timnas Inggris di Piala Dunia hingga ia pensiun.
"Saya tidak pernah mendapat kesempatan bermain di Piala Dunia selanjutnya", kata Gascoigne.
"Italia 1990 adalah momen terbaik bagi saya, dan saya tidak ingin momen itu berakhir. Saat itu saya berpikir bahwa kami akan memenangkan Piala Dunia. Sungguh sulit untuk mengingatnya. 'Hari-hari itu.'
Pada akhirnya bukan hanya Gazza yang tidak bisa bermain di partai final, melainkan seluruh pemain Inggris karena kalah adu penalti 4-3 setelah sebelumnya bermain seri 1-1 di waktu 120 menit. Gol Andreas Brehme pada menit ke-59 dibalas oleh Gary Lineker pada menit ke-80.
Di babak tos-tosan dua penendang Inggris, Stuart Pearce dan Chris Waddle gagal mengeksekusi dengan baik. Sementara keempat penendang Jerman Barat berhasil menggetarkan gawang Inggris.
Kemudian FIFA World Football Museum di Zurich memamerkan kartu kuning yang diacungkan oleh wasit Jose Ramiz Wright kepada Gazza.