Kamis, 28 Juni 2018

Tragedi Permen Yeot Dan Kemenangan Epik Korea Selatan

Kazan, 27 Juni 2018

Kemenangan Korea Selatan 2-0 atas Jerman sungguh mengejutkan banyak pihak. Mereka memutar balikkan prediksi bahwa mereka akan menjadi bulan-bulanan Jerman.

Bahkan sebelum laga, pelatih mereka Shin Tae-yong pesimistis ketika mengatakan peluang Korea Selatan menang atas Jerman hanya 1 persen.

Kemenangan yang mungkin melegakan para penggawa mereka ketika kembali ke negaranya.
Tambahan tiga poin membawa Korea Selatan naik ke posisi ketiga setelah di dua laga awal mengalami kekalahan.

Setidaknya tragedi di Piala Dunia 2014 lalu tidak akan terulang ketika mereka hanya finis di posisi juru kunci.
Saat itu mereka gagal bersaing di grup H karena kalah 2-4 oleh Aljazair dan 0-1 melawan Belgia. Mereka hanya mengumpulkan satu poin hasil imbang 1-1 melawan Rusia dengan selisih gol minus tiga.

Saat itu ketika kembali ke negaranya, skuat Korea Selatan ditunggu oleh para awak media dan sekitar 200 suporter di bandara Internasional Incheon.
Bukannya disambut dengan tepuk tangan, mereka disambut bak pecundang.

Kerja keras mereka di Brazil seperti tidak dihargai oleh beberapa oknum suporter. Mereka yang kecewa dengan penampilan timnasnya melempari para pemain Korea Selatan dengan permen sejenis gula-gula. Di Korea Selatan permen ini disebut dengan permen yeot.

Beberapa suporter yang melempar itu sembari berteriak "makanlah yeot!"

Jika Anda bukan orang Korea, mungkin dilempar permen yeot adalah sambutan hangat mengingat permen simbol dari kebahagiaan dan ketulusan.
Tetapi, di Korea Selatan, melempar orang dengan permen yeot dan menyuruh memakannya adalah sebuah penghinaan. Atau dengan kata lain berarti kata-kata kotor, sama halnya dengan kata "f*ck" dalam bahasa Inggris.

Beberapa suporter lain membentangkan banner yang bertuliskan, "Sepakbola Korea Telah Mati!!"

Saat itu Korea Selatan menjadi negara Asia terakhir yang tereliminasi dari Piala Dunia 2014.
Pencapaian terbaik mereka adalah ketika berhasil melaju hingga semifinal saat menjadi tuan rumah di Piala Dunia 2002 sebelum dikalahkan Jerman lewat gol tunggal Michael Ballack.

Pelatih Hong Myung-bo yang pada tahun 2002 menjadi kapten tim akhirnya meminta maaf kepada para suporter karena penampilan buruk timnya di Brazil 2014.

Kini, bermodal dua gol kemenangan dari Kim Young-gwon (90+4) dan Son Heung-min (90+7) saat mengalahkan juara bertahan Jerman, setidaknya tragedi permen yeot di 2014 tidak akan terulang lagi saat mereka kembali ke negaranya.

[ig: soccer_remind]

Selasa, 26 Juni 2018

Rekor Gol Dan Tangisan Neymar

Tangisan Neymar di akhir laga melawan Kosta Rika (22/6) menyita banyak perhatian publik sepakbola. Banyak yang bertanya-tanya alasan Neymar menangis.

Sesaat setelah laga, Neymar menjelaskan tentang arti tangisannya itu. Dia mengungkapkan air mata itu adalah luapan rasa bangga dan kebahagiaan karena berhasil membawa Brazil meraih kemenangan krusial.

Jauh sebelum Neymar yang kini menjadi superstar sepakbola, dia hanyalah seorang bocah yang bermimpi untuk bisa membela timnas Brazil di Piala Dunia. Kini impian itu telah terwujud.

"Tidak semua orang tahu apa yang saya alami untuk sampai di sini (Piala Dunia 2018), air mata saya adalah luapan kebahagiaan karena kami berhasil menang."

"Dalam kehidupan saya, segalanya tidak saya raih dengan mudah. Meski begitu mimpi ini akan terus berlanjut. Tidak, bukan mimpi, tapi tujuan!"

Sebelum Piala Dunia dimulai, Neymar sempat mengalami cedera parah yang harus membuatnya menepi sebelum musim 2017-2018 berakhir. Tetapi akhirnya dia berhasil pulih tepat waktu hingga disertakan dalam skuat Brazil di Piala Dunia 2018.

Dengan tambahan satu gol ke gawang Kosta Rika membuat Neymar kini masuk tiga besar rekor pencetak gol terbanyak timnas Brazil.

Kini dia telah mengoleksi 56 gol, melewati Romario dengan 55 gol. Tetapi rekor gol terbanyak sepanjang masa Brazil masih dipegang oleh Pele dengan 77 gol, diikuti Ronaldo, 62 gol.

Rekor gol para legenda itu masih bisa ia pecahkan mengingat usia Neymar yang masih 26 tahun.

[ig: soccer_remind]

Pada Akhirnya, Orang Jerman Yang Selalu Menang

Sochi, 24 Juni 2018

Kemenangan dramatis Jerman melawan Swedia mungkin tidak mengejutkan bagi mantan pemain nasional Inggris, Gary Lineker.
Dia menulis di media sosial tentang kemenangan dramatis tim Panser. Dalam tulisannya, ia memperbarui kutipan terkenal yang pernah ia ucapkan di tahun 1990.

"Sepakbola adalah permainan mudah; 22 orang berlari mengejar bola selama 90 menit, tetapi pada akhirnya orang Jerman yang selalu menang."

Itulah kutipan terkenal dari mantan pemain Barcelona, Gary Lineker yang dia ucapkan pada tahun 1990.
Lineker mencetak gol melawan Jerman Barat di semifinal Piala Dunia 1990, tetapi Inggris dikalahkan Jerman Barat lewat adu penalti yang di akhir turnamen menjadi juara.

Sebuah kekecewaan yang amat dalam dirasakan striker timnas Inggris itu yang kemudian mengucapkan kutipan legendaris tentang orang Jerman yang selalu keluar sebagai pemenang.

Kutipan itu membuktikan bahwa Lineker sangat memuji kualitas skill para pemain Jerman. Mental yang kuat meski sedikit terlambat panas kerap ditunjukkan Jerman tatkala bermain di turnamen besar. Julukan tim spesialis turnamen pun selalu disematkan kepada mereka.

Setelah Toni Kroos mencetak gol kemenangan melawan Swedia di detik-detik akhir laga, Lineker kemudian memperbarui kutipan legendaris yang pernah ia ucapkan itu.

"Sepakbola adalah permainan mudah; 22 orang berlari mengejar bola selama 82 menit, dan orang Jerman mendapatkan satu kartu merah, jadi 21 orang mengejar bola selama 13 menit, tetapi pada akhirnya bagaimanapun juga orang Jerman-lah pemenangnya."

Tulisan Lineker itu merujuk kepada Jerome Boateng yang menerima kartu merah pada menit ke-82 setelah menganjal Marcus Berg.

Gol Marco Reus di awal babak kedua berhasil menyamakan skor menjadi 1-1 setelah sebelumnya gol Ola Toivonen berhasil mengelabuhi Neuer. Kemudian gol telat Toni Kroos di menit ke-95 berhasil membawa Jerman meraih kemenangan pertama mereka di Piala Dunia 2018.

[ig: soccer_remind]

Selasa, 19 Juni 2018

Nacional Juara Piala Interkontinental Setelah Melalui 20 Penendang Penalti

Tokyo, Desember 1988

Pada 11 Desember 1988, klub asal Uruguay, Club Nacional de Football berhasil menjadi juara Piala Interkontinental setelah mengalahkan PSV Eindhoven melalui adu penalti dengan total 20 orang penendang.

Piala Interkontinental adalah kejuaraan yang mempertemukan juara Copa Libertadores (Amerika Selatan) melawan juara Liga Champions (Eropa). Kini kejuaraan ini berkembang menjadi kejuaraan antar benua yang dikenal dengan nama FIFA Club World Cup atau Piala Dunia Antar Klub.

Bermain di hadapan 62.000 suporter di stadion National di Tokyo, sang juara Copa Libertadores berhasil unggul di menit ke-7 melalui sundulan keras gelandang asal Uruguay, Santiago Ostolaza yang menyambut bola dari tendangan sudut.
Mereka unggul hingga menit ke-75 sebelum striker asal Brazil, Romario mencetak gol penyama kedudukan melalui sundulan.

Kedudukan imbang 1-1 bertahan hingga 90 menit, kemudian di babak tambahan waktu PSV berbalik unggul melalui penalti bek tengah mereka, Ronald Koeman di menit ke-110.
Tetapi sembilan menit kemudian disaat PSV merasa diambang gelar juara, Ostolaza berhasil mencetak gol keduanya sehingga membuat kedudulan sama kuat 2-2. Sehingga pertandingan harus diselesaikan melalui adu penalti.

PSV sebenarnya diuntungkan dengan dilakulannya adu penalti karena sebelumnya mereka menjuarai Piala Champions juga dengan melalui adu penalti melawan Benfica ketika menang 6-5 di babak tos-tosan.

Tetapi setelah melalui lima penendang di masing-masing tim, kedudukan tetap sama kuat. Kedua klub masing-masing mencetak 3 gol.

Ostolaza sebagai penendang kesembilan berhasil mencetak gol untuk Nacional sehingga kedudulan sama kuat 6-6. Sementara pemain PSV, Barry van Aerle gagal mencetak gol sehingga membuat wakil Uruguay berhasil menjadi juara setelah Tony Gomez berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. PSV 6, Nacional 7.

[ig: soccer_remind]

Minggu, 17 Juni 2018

David De Gea: Blunder Adalah Wajar

Sochi, Juni 2018
Ketika menganggap blunder adalah sesuatu yang wajar. Maka blunder-blunder selanjutnya akan terjadi. Dan terbukti.

Sebelum Piala Dunia 2018 dimulai, De Gea mengatakan bahwa bola resmi Piala Dunia 2018, Adidas Telstar sangat aneh, dan akan merepotkan banyak penjaga gawang.

4 Juni 2018.
Laga Persahabatan:
Spanyol 1-1 Swiss.
Blunder De Gea membuat Swiss menyamakan kedudukan 1-1 setelah Spanyol sempat unggul 1-0 lewat gol Alvaro Odriozola.

Komentar De Gea selepas blunder di laga vs Swiss:
"Kesalahan seorang kiper memang begitu terlihat. Tetapi lebih baik blunder di laga persahabatan, daripada di Piala Dunia." (Marca)

Sayang, apa yang David De Gea katakan untuk tidak blunder di Piala Dunia itu tidak terbukti.
Setidaknya itulah yang terjadi pada laga debutnya di Piala Dunia, De Gea kembali melakulan blunder yang hampir saja membuat Spanyol kalah.

16 Juni 2018.
Laga Pertama Grup B Piala Dunia 2018:
Portugal 3-3 Spanyol.
Blunder De Gea membuat Portugal unggul 2-1 setelah Spanyol sempat menyamakan kedudukan lewat aksi individu Diego Costa. Tendangan mendatar Ronaldo gagal diantisipasi dengan baik oleh kiper yang musim lalu meraih Golden Glove di Liga Primer itu. Di akhir laga, Spanyol kembali gagal menang.

Komentar De Gea selepas blunder di laga vs Portugal:
"Saya tidak membunuh seseorang, saya telah melakukan kesalahan, dan kita harus melihatnya sebagai hal yang wajar. Saya mendapat dukungan dari seluruh rekan setim."

"Saya merasa baik secara fisik maupun mental. Anda tidak bisa mengganti pemain hanya karena sebuah blunder. Saya sungguh senang dengan dukungan dari pelatih dan rekan-rekan."

"Itu bola yang sangat sulit. Bola yang sangat kencang dari Ronaldo. Tapi inilah sepakbola. (Onda Cero)

[ig: soccer_remind]

Sabtu, 16 Juni 2018

Kali Pertama Diizinkannya Pergantian Pemain di Piala Dunia

Meksiko, 1970

Sejarah mencatat, pada Piala Dunia 1970 untuk pertama kalinya diizinkan adanya pergantian pemain setelah di edisi-edisi sebelumnya tidak ada aturan pergantian pemain.

Pada pertandingan antara Meksiko melawan Uni Soviet, pemain dari Uni Soviet, Victor Serebzyanikov membuat sejarah setelah digantikan oleh Anatole Pouzatch pada menit ke-45. Menjadikan Serebzyanikov sebagai pemain pertama yang digantikan oleh pemain lain.

Hingga kini, pergantian pemain di Piala Dunia kerap kali juga menentukan hasil akhir pertandingan. Di edisi 2014, pergantian pemain paling krusial adalah ketika striker Jerman, Miroslav Klose, sang pencetak gol terbanyak di Piala Dunia digantikan oleh Mario Gotze yang berhasil mencetak gol kemenangan ke gawang Argentina.

Dan yang terbaru di Piala Dunia 2018 adalah saat laga pembuka Rusia melawan Arab Saudi, di mana pemain Rusia, Denis Cheryshev berhasil mencetak dua gol dalam kemenangan 5-0 meski datang sebagai pemain pengganti.

Senin, 11 Juni 2018

Kandang Adalah Tempat Di Mana Terjadinya Banyak Gol

Pada 24 Januari 1912, Wolverhampton Wanderes berhasil mencukur Watford 10-0 di pertandingan ulangan putaran pertama Piala FA setelah di pertandingan pertama bermain tanpa gol.

Di pertandingan sebelumnya pada 13 Januari di kandang Watford adalah pertemuan pertama kedua tim. Kedua tim juga berbeda divisi, Wolves di Divisi Dua di Football League, sementara Watford merupakan klub anggota di Southern League.
Pertandingan ini berakhir tanpa gol hingga harus dilakukan pertandingan ulangan di stadion Molineux sebelas hari kemudian.

Bermain di kandang seperti bermain di dunia berbeda bagi Wolves yang berhasil menghancurkan Watford dengan kemenangan 10-0 oleh gol yang dicetak oleh Halligan 3 gol, Needham (2), Brooks (2), Harrison, Hadley, dan Young.

Kemenangan dengan margin dua digit gol itu mendekati rekor kemenangan terbesar Wolves ketika menang 14-0 melawan Crosswell's Brewery di lanjutan Piala FA pada November 1886.

Wolves yang sudah menjadi juara Piala FA dua kali (1893 dan 1908) kemudian melaju ke babak kedua dan kembali menang atas Lincoln City sebelum dibekuk Blackburn Rovers di babak ketiga.
Sejak saat itu Wolves kembali masuk ke babak final empat kali dan berhasil menjadi juara di tahun 1949 dan 1960.

[ig: soccer_remind]

Kamis, 07 Juni 2018

Transfer Musim Dingin Terburuk Dalam Sejarah

Pada 1 Januari 2005, Newcastle membeli Jean-Alain Boumsong dengan biaya £ 8 juta dari Rangers, yang kemudian dinggap sebagai salah satu transfer musim dingin terburuk dalam sejarah.

Mantan pemain nasional Perancis, Boumsong telah bermain untuk Le Havre (1997-2000) dan Auxerre (2000-2004) sebelum pindah ke Rangers dengan bebas transfer pada musim panas 2004.
Meskipun ia menandatangani perjanjian kontrak 5 tahun dengan klub asal Glasgow itu, performanya yang bagus di sana menarik minat pelatih Newcastle, Graeme Souness, yang menawarnya £ 8 juta pada Desember. Akhirnya kedua klub sepakat dengan transfer itu pada hari pertama tahun 2005.

Meskipun performanya di St. James' Park dimulai dengan bagus, dia harus susah payah di musim 2005-06. Dia sering membuat kesalahan di barisan pertahanan dan mengakibatkan Newcastle kemasukan 42 gol dan mengakhiri musim di posisi ketujuh.
Pada akhir musim itu, pelatih baru Newcastle, Glenn Roeder, yang menggantikan Souness pada Februari 2006 menjual bek tengah itu ke Juventus hanya dengan biaya £ 3.3 juta. Artinya Newcastle harus rugi hampir £ 5 juta.
Boumsong di Juventus hanya satu musim, kemudian bermain di Lyon selama tiga musim sebelum bergabung dengan Panathinaikos pada Juli 2006.

Pada musimnya di Tyneside, markas Newcastle, sebuah poling di Times pada 2008, menilai dia sebagai transfer Januari terburuk di Liga Primer.
Akan tetapi poling yang dia terima kemudian turun di bawah transfer-transfer terburuk setelahnya, termasuk Andy Caroll dari Newcastle ke Liverpool dengan biaya £ 35 juta pada 2011 dan Fernando Torres dari Liverpool ke Chelsea dengan £ 50 juta.

(ig: soccer_remind)