Selasa, 11 Desember 2018

Hungaria, Tim Pertama Yang Patahkan Rekor Inggris Di Wembley

London, 25 November 1953
Pertemuan dengan Hungaria di tahun 1953 tak akan dilupakan Inggris. Meski pertandingan berstatus persahabatan, tetapi saat itulah Inggris mulai sadar bahwa ada kekuatan sepakbola lain yang tidak bisa dipandang remeh, Hungaria.
.
Hungaria yang berstatus juara Olimpiade diremehkan oleh Inggris yang yakin akan mengalahkannya. Apalagi laga dilangsungkan di stadion angker, Wembley.
Sejarah mencatat, belum ada tim manapun yang berhasil mengalahkan Inggris jika mereka bermain di Wembley.
.
Meremehkan lawan ternyata sebuah blunder besar. Dihadapan 105.000 suporter, Hungaria tampil luar biasa. Laga baru berjalan 50 detik, mereka sudah unggul melalui Nandor Hidegkuti.
Inggris berhasil menyamakan kedudukan 1-1 melalui Jackie Sewell. Tetapi lagi-lagi Hidegkuti berhasil mencetak gol keduanya.
.
Tak lama berselang, Ferenc Puskas mencetak gol, diikuti gol keempat oleh Jozsef Bozsik. Di akhir babak kedua Mortensen memperkecil ketinggalan. Inggris 2, Hungaria 4.
.
Di babak kedua, tekanan Hungaria semakin beringas, Puskas mencetak gol keduanya kemudian Hidegkuti mencetak hat-trick. Alf Ramsey mencetak gol terakhir Inggris yang di akhir laga takluk 3-6.
.
Inggris akhirnya sadar bahwa tidak hanya orang Inggris yang fasih bermain bola. Dalam statistik, Inggris hanya mampu melepaskan 5 tembakan, sementara Hungaria 35 tembakan ke gawang Inggris.
.
Pertandingan yang kemudian sempat dijuluki sebagai "pertandingan abad ini" itu akhirnya mematahkan rekor tanpa kalah Inggris di Wembley. Hungaria menjadi tim pertama yang berhasil mengalahkan Inggris di Wembley.
.
Skuat Inggris: Gil Merrick; Alf Ramsey, Bill Eckersley, Billy Wright, Harry Johnston; Jimmy Dickinson, Stanley Matthews, Ernie Taylor, Stan Mortensen; Jackie Sewell, George Robb
Pelatih: Walter Winterbottom
.
Skuat Hungaria: Gyula Grosics (Sandor Gellar, 80), Jeno Buzanszky, Mihalay Lantos, Jozsef Bozsik, Gyula Lorant, Jozsef Zakarias; Laszlo Budai, Sandor Kocsis, Nandor Hidegkuti, Ferenc Puskas, Zoltan Czibor
Pelatih: Gusztav Sebes

Sabtu, 10 November 2018

Berdiri dan Jatuhnya Klub Super Italia

Turin, 3 Desember 1906
Pada 3 Desember 1906, sebuah kelompok orang yang beranggotakan mantan pemain Juventus dan juga pelatih masa depan Italia, Vittorio Pozzo, mendirikan sebuah klub yang diberi nama AC Torino. Yang kemungkinan menjadi salah satu klub tersukses dan paling tragis.
Para pendiri itu bertemu dan berkumpul di Voigt, tempat pembuatan bir di Turin, termasuk di dalamnya ada mantan pemain Juventus, Alfredo Dick.
Kelompok itu juga ada pebisnis asal Swiss, Hans Schoenbrod, yang kemudian menjadi pemilik pertama Torino.
Juga termasuk pemuda 20 tahun mantan pemain Grasshopper Zürich, Vittorio Pozzo, yang menjadi pelatihnya sebelum menangani timnas Italia saat menjadi Juara Dunia tahun 1934 dan 1938.
Torino meraih gelar liga pertama mereka di tahun 1928, dan menjadi penguasa Italia pada tahun 1940an dengan tim yang dikenal dengan sebutan Il Grande Torino. Mereka memenangkan 5 scudetto pada dekade itu. Termasuk gelar empat kali beruntun di tahun 1946 hingga 1949.
Kesuksesan luar biasa mereka kemudian berakhir dalam tragedi. Kecelakaan pesawat pada Mei 1949 menewaskan total 18 orang. Para pemain Torino yang juga anggota timnas Italia ikut tewas, termasuk beberapa ofisial, jurnalis, dan kru.
Kecelakaan itu membuat Torino mengalamai masa kemunduran. Mereka mengalami masa suram karena sempat beberapa kali naik turun dari Serie A ke Serie B, walaupun mereka sempat menjuarai liga di tahun 1976.
Pada 2005, Asosiasi Sepakbola Italia mengeluarkan Torino dari liga karena kesulitan finansial, tetapi mereka kembali di tahun itu dengan nama sebagai Torino FC.

Senin, 29 Oktober 2018

Tangan Henry Loloskan Perancis

Paris, 18 November 2009

Pada 18 November 2009, Perancis memastikan diri lolos ke putaran final Piala Dunia 2010 berkat proses gol yang menjadi salah satu paling kontroversial dalam sejarah sepakbola.

Menghadapi Irlandia dalam laga play-off setelah kedua tim finish di posisi kedua klasemen di masing-masing grup, Perancis diunggulkan untuk meraih tiket ke Afrika Selatan.

Perancis memenangi leg pertama di Dublin dengan skor 0-1, sehingga mereka hanya membutuhkan hasil imbang untuk lolos ketika bermain di Paris.
Tetapi pada menit ke-32 striker Irlandia, Robbie Keane berhasil membuat timnya unggul. Les Bleus berusaha mati-matian untuk menyamakan kedudukan tetapi berulangkali digagalkan oleh permainan brilian kiper Shay Given. 

Dengan agregat sama kuat 1-1 maka pertandingan akan berlanjut ke babak perpanjangan waktu ketika tendangan bebas Florent Malouda mengarah kepada Thierry Henry yang berada di kotak penalti.
Henry dengan jelas mengontrol bola dengan lengan kirinya sebelum mengirimkan umpan ke William Gallas berhasil membuat Perancis menyamakan kedudukan. Given dan seluruh pemain Irlandia dengan segera melakukan protes, tetapi wasit tetap mengesahkan gol dan melanjutkan pertandingan.

Pertandingan pun berakhir dengan agregat 1-2 untuk kemenangan Perancis.

Seusai laga Henry mengakui telah mengontrol bola dengan menggunakan tangannya, tetapi dia tidak mau bertanggungjawab atas aksinya dengan mengatakan, "saya bukanlah wasit."
Irlandia mengajukan petisi kepada FIFA menuntut untuk dilakukannya pertandingan ulang, tetapi ditolak.

Meskipun frustrasi atas ketidaklolosan mereka, para suporter Irlandia sedikit mendapatkan pelipur lara karena penampilan buruk Perancis di Piala Dunia 2010.
Seperti diketahui, Perancis hanya berhasil meraih satu poin hasil dari satu kali imbang dan dua kali kekalahan yang membuat mereka finish di posisi juru kunci grup.

Minggu, 28 Oktober 2018

Mesir Juara Piala Afrika Dengan Rekor 13 Tahun Tak Terkalahkan.

Luanda, 31 Januari 2010

Pada 31 Januari 2010, Mesir menjuarai Piala Afrika dengan rekor 19 laga beruntun tanpa kalah di turnamen itu. Catatan tanpa kalah itu dimulai sejak tahun 2004.

Laga tanpa kalah Mesir dimulai pada tahun 2004 ketika mereka bermain imbang tanpa gol melawan Kamerun di laga terakhir penyisihan grup. Laga ini juga merupakan laga terakhir Mesir di Piala Afrika 2004 karena gagal lolos ke babak selanjutnya.

Berlanjut pada gelaran Piala Afrika tahun 2006 dan 2008, yang keduanya dimenangkan oleh Mesir dengan rekor tanpa kalah hingga partai puncak. Secara keseluruhan itu merupakan gelar kelima dan keenam Mesir.

Kemudian di tahun 2010 mereka tetap tak terkalahkan hingga ke babak final di mana akan menghadapi Ghana. Bermain di hadapan 50.000 suporter di stadion 11 de Novembro, di Luanda, Angola, pertandingan tetap tanpa gol hingga menit ke-85, ketika pemain pengganti Mohamed "Gedo" Nagy mencetak gol kemenangan 1-0 untuk Mesir.
Mesir mencetak rekor hat-trick beruntun menjuarai Piala Afrika mereka yang ketujuh.

Dalam 19 laga tanpa kalah itu, juga termasuk rekor 9 kemenangan beruntun. Fantastis.
Strek kemenangan itu terhenti ketika bermain imbang 0-0 melawan Mali di penyisihan grup di Piala Afrika 2017. Tetapi Mesir tetap mempertahankan laga tanpa kalah mereka hingga 24 pertandingan setelah dikalahlan Kamerun di final Piala Afrika tahun 2017.

Kamis, 06 September 2018

Crvena Zvezda Yang Kini Meninggalkan Forest dan Villans

Crvena Zvezda adalah salah satu mantan juara Piala Champions yang berhasil lolos ke fase grup Liga Champions untuk kali pertama.
Crvena Zvezda yang dulu bernama Red Star Belgrade adalah kampiun Piala Champions pada edisi 1990-1991.

Di musim 2018-2019 ini tersisa dua klub mantan juara Piala Champions yang belum pernah merasakan pentas Liga Champions.
Mereka adalah Nottingham Forest dan Aston Villa.

• Nottingham Forest:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1980-1981.
Belum pernah debut di Liga Champions selama 38 tahun.

• Aston Villa:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1982-1983.
Belum pernah debut di Liga Champions selama 36 tahun.

• Crvena Zvezda:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1991-1992.
Butuh waktu 27 tahun untuk melakukan debut di Liga Champions pada musim 2018-2019.

• Manchester United:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1968-1969.
Butuh waktu 25 tahun untuk melakukan debut di Liga Champions pada musim 1993-1994.

• Liverpool:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1984-1985.
Butuh waktu 17 tahun untuk melakukan debut di Liga Champions pada musim 2001-2002.

• Hamburg SV:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1983-1984.
Butuh waktu 17 tahun untuk melakukan debut di Liga Champions pada musim 2000-2001.

• Glasgow Celtic:
Partisipasi terakhir di Piala Champions pada musim 1988-1989.
Butuh waktu 10 tahun untuk melakukan debut di Liga Champions pada musim 1998-1999.

Minggu, 26 Agustus 2018

Fabregas; Pencetak Gol Termuda Arsenal

London, 2 Desember 2003

Pada 2 Desember 2003, Cesc Fabregas mencetak gol telat untuk Arsenal ketika menghancurkan Wolves 5-1 di Piala Liga. Dia berusia 16 tahun 212 hari dan dia menjadi pencetak gol termuda di tim utama Arsenal sepanjang sejarah.

Fabregas bergabung dengan The Gunners pada bulan September di tahun itu. Kemudian pada Oktober dia sudah membuat sejarah ketika bermain melawan Rotherham United di Piala Liga, menjadi pemain termuda yang dimainkan di tim utama Arsenal.

Laga melawan Wolves menjadi penampilan kedua Fabregas bersama Arsenal. Bermain di stadion Highbury di hadapan 28.161 penonton, tuan rumah berhasil unggul 4-0 lewat gol Jermaine Aliadiere (24, 71), Nwankwo Kanu (68),  dan Sylvain Wiltord (79) sebelum gelandang Wolves, Alex Rae merobek jala Arsenal di menit ke-80. Tetapi pada menit ke-88 Fabregas yang saat itu memakai nomor punggung 57, mencetak gol penutup untuk Arsenal.

Itu adalah satu-satunya gol Fabregas di musim itu dari tiga penampilan. Dia total mencetak 53 gol dari 280 laga dan mulai menjadi kapten Arsenal pada November 2008.

[ig: soccer_remind]

Rabu, 01 Agustus 2018

Duet Ro-Ro Attack

Romario Faria dan Ronaldo Nazario merupakan salah satu duet terbaik sepanjang sejarah sepakbola Brazil, bahkan dunia.
Mereka menjadi duo striker yang dijuluki Ro-Ro Attack karena keganasannya membobol gawang lawan hingga ditakuti oleh kiper lawan.

Mereka sempat beberapa kali bermain bersama untuk timnas Brazil. Hasilnya sungguh luar biasa. Duet maut itu berhasil mencetak total 30 gol hanya dalam 18 kali pertandingan ketika mereka dimainkan bersama. Rinciannya, Romario mencetak 16 gol, sedangkan Ronaldo 14 gol.

Puncaknya ketika mereka berhasil menjuarai titel pertamanya di Copa America 1997 di mana Brazil mengalahkan tuan rumah Bolivia dengan skor 3-1. Ini sekaligus menjadi trofi kelima Brazil di ajang tersebut. Mereka berhasil mencetak total 8 gol. Romario 5 gol dan Ronaldo 3 gol.

Kemudian trofi kedua mereka raih ketika di Piala Konfederasi 1997 di Arab Saudi, mereka juga berhasil mengantarkan Brazil menjadi yang terbaik setelah mengalahkan Australia 6-0 di partai puncak.

Di mana duet Ro-Ro itu masing-masing berhasil mencetak hat-trick di final sekaligus trofi pertama Brazil di Piala Konfederasi. Menjadikan Romario sebagai peraih Golden Boot dengan 7 gol, diikuti Vladimir Smicer dari Republik Ceko dengan 5 gol, dan Ronaldo 4 gol.

[ig: soccer_remind]

Jumat, 27 Juli 2018

Gol Dengan Satu Kaki Patah

London, 31 Maret 2010

Pada 31 Maret 2010 kapten Arsenal, Francesc Fabregas mencetak gol ke gawang Barcelona di perempatfinal Liga Champions. Dia melakukannya dengan satu kaki yang telah patah.

Fabregas bergabung dengan Arsenal pada 2003 setelah lima musim bermain di tim akademi Barcelona.
Pada pertandingan itu, Barcelona sebagai penguasa Eropa lebih diunggulkan, tetapi Arsenal berhasil menahan imbang tanpa gol hingga jeda.

Tetapi satu menit babak kedua dimulai, bola lambung menuju garis pertahanan Arsenal berhasil dikuasai Zlatan Ibrahimovic, yang kemudian me-lob bola melewati kiper Almunia di tiang jauh. Kemudian dia mencetak gol kedua pada menit ke-59 setelah berhadapan satu lawan satu dengan Almunia. Tetapi sepuluh menit kemudian Theo Walcott memperkecil kedudukan menjadi 1-2.

Arsenal kemudian gencar melancarkan serangan untuk menyamakan kedudukan, hasilnya ketika bek Barcelona, Carles Puyol melanggar Fabregas di menit ke-85. Fabregas sendiri yang mengambil algojo dan berhasil mencetak gol. Kemudian setelah itu dia mulai pincang dan memegangi kakinya.

Selintas dia kesakitan seperti orang yang tertarik ototnya atau kram. Tetapi setelah dilakukan scan, dinyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan Puyol menyebabkan retak tulang betis di kaki kanannya. Akhirnya dia tidak mampu melanjutkan permainan.

Akibatnya Fabregas harus menepi di pertemuan kedua di mana Arsenal kalah telak 4-1 di Camp Nou.

Di musim selanjutnya dia bertahan di Arsenal sebelum dijual ke Barcelona dengan transfer sebesar £ 29 juta pada 2011. Kemudian dia meninggalkan Barcelona untuk bergabung dengan Chelsea di tahun 2014.

[ig: soccer_remind]

Selasa, 17 Juli 2018

Insiden Ludah Rijkaard Kepada Voller

Milan, 1990

Pada Piala Dunia 1990, Frank Rijkaard meludahi Rudi Voller hingga membuat keduanya mendapatkan kartu merah.

Pada babak 16 besar Piala Dunia 1990, Jerman menghadapi Belanda di Stadion San Siro, Milan. Pemain Jerman, Rudi Voller, dijaga ketat oleh Rijkaard. Aksi Voller yang lincah memaksa Rijkaard mengganjalnya dengan keras sehingga membuatnya mendapatkan kartu kuning.
Tetapi Rijkaard memprotes wasit karena menganggap Voller hanya berpura-pura terjatuh.

Sambil berlari, Rijkaard melakukan aksi tidak terpuji dengan meludahi rambut belakang Voller sehingga membuatnya melakukan protes kepada wasit. Tetapi bukannya mendengar keluhan Voeller, wasit asal Argentina, Juan Carlos Loustau, yang tidak melihat aksi Rijkaard malah memberi pemain Jerman itu kartu kuning karena dianggap memprotes terlalu keras.

Beberapa detik kemudian saat tendangan bebas, Voller mengejar bola yang mengarah ke gawang Belanda, tetapi bola lebih dulu ditangkap kiper Hans Van Breukelen. Secara spontan, Voller melompat guna menghindari tabrakan dengan Van Breukelen. Voller terjatuh dan memegangi kakinya, tetapi kiper Belanda itu mengira Voller melakukan diving agar mendapatkan tendangan penalti.

Saat itu juga Van Breukelen dan Rijkaard menghampiri dan marah kepada Voller dan terjadi cekcok antar mereka. Rijkaard memprovokasi dengan menjewer telinga Voller.
Voller yang tidak terima lalu menepis tangan Rijkaard sehingga terjadi adu mulut.

Striker Jerman, Juergen Klinsmann sempat melerai keributan mereka, tetapi saat itu juga wasit Loustau mengeluarkan kartu merah kepada Rijkaard dan Voller.
.
Ketika Voller berjalan keluar lapangan, Rijkaard kembali meludahi Voeller untuk kedua kalinya lantas berlari ke lorong ruang ganti.

Di pertandingan itu, Jerman berhasil mengalahkan Belanda dengan skor 2-1. Dua gol dari Juergen Klinsmann dan Andreas Brehme membuat Jerman unggul 2-0. Belanda hanya mampu memperkecil kedudukan melalui penalti Ronald Koeman di menit ke-89.

Di akhir turnamen, Jerman yang diarsiteki Franz Beckenbauer berhasil menjadi Juara Dunia untuk ketiga kalinya setelah di final mengalahkan Argentina 1-0 lewat gol tunggal Andreas Brehme.

Senin, 16 Juli 2018

Handball Dari Pemain Bola Voli Pantai

Moskow, 15 Juni 2018

Ivan Perisic berhasil mencetak satu gol ke gawang Perancis di final Piala Dunia 2018.
Tetapi satu golnya tidak mampu membawa Kroasia juara karena harus mengakui keunggulan Perancis dengan skor 4-2

Salah satu gol dari Perancis lahir dari gol penalti Griezmann karena Ivan Perisic menyentuh bola dengan tangannya di kotak penalti.

Soal memainkan bola dengan tangan, bukanlah hal yang baru bagi Ivan Perisic.
Siapa sangka dia adalah atlet voli pantai profesional bagi Kroasia. Dia pernah mengikuti turnamen voli Porec Major yang diselenggarakan oleh FIVB Beach Volley Ball World Tour pada tahun 2017.

Turnamen Porec Major merupakan turnamen resmi voli pantai bagi para pemain profesional yang diselenggarakan oleh FIVB, Federasi Voli Pantai Internasional. .
Perisic yang berpasangan dengan Niksa Dell'Orco harus kalah oleh pasangan asal Amerika Serikat yaitu Casey Patterson dan Theo Brunner di Red Bull Beach Arena.

"Ini (bermain voli pantai) selalu menjadi impian saya. Saya telah bermain voli pantai sejak usia 10 tahun. Saya sangat bergairah dengan permainan ini dan setiap musim panas saya selalu berlatih bersama teman saya di Split."

"Saya ingin berterimakasih kepada semua orang yang telah memberi saya kesempatan untuk bermain bersama pemain voli pantai terbaik di dunia."

"Ini sungguh mengagumkan, meskipun saya kalah", ujar Perisic.

Kemudian sang lawan Perisic, Patterson, yang juga bermain di Olimpiade Rio 2016 menambahkan;

"Sungguh luar biasa bermain melawan Ivan (Perisic), saya berharap bisa bermain hebat dalam sepakbola, seperti dia yang juga hebat bermain voli pantai."

[ig: soccer_remind]

Rabu, 11 Juli 2018

Semifinal Piala Dunia 1990; Air Mata Gazza

Delle Alpi, Turin. 1990

"Air Mata Gazza" menjadi topik utama di berbagai koran di Italia pada tahun 1990. Hingga puluhan tahun setelahnya tetap diingat tiap kali timnas Inggris menghadapi Jerman.

Air mata Paul "Gazza" Gascoigne membanjiri pipinya sesaat setelah dia menerima kartu kuning ketika Inggris dikalahkan Jerman Barat di pertandingan semifinal Piala Dunia 1990. Bahkan air matanya berlanjut ketika pertandingan usai.

Setelah beberapa permainan individu yang brilian melewati dua pemain Jerman Barat, Gazza kehilangan kontrol dengan bola hingga akhirnya melakukan tackle telat kepada Thomas Berthold yang membuatnya mendapatkan kartu kuning.

Gascoigne yang merupakan pemain termuda Inggris di turnamen, tahu konsekuensi atas hukuman pelanggaran itu.
Sebelumnya, dia telah menerima kartu kuning di babak 16 besar ketika melanggar pemain Belgia, Enzo Scifo. Artinya, dia tidak akan bisa bermain di final andai Inggris melaju ke partai puncak.

"Saat saya masih remaja dan bermain di tim muda, tiap malam saya bermimpi untuk bisa bermain di Piala Dunia. Dan di Italia saya meraih mimpi itu."

"Ketika saya mendapatkan kartu kuning, saya tahu semuanya telah berakhir", kenang Gazza.

Pelatih Inggris, Bobby Robson bisa merasakan kesedihan Gazza.

"Hatiku sungguh pilu", kata Bobby.

"Karena saya menyadari, bahwa ini adalah yang terakhir bagi Gascoigne. Ini adalah tragedi untuknya, untuk saya, untuk tim, untuk negara, dan untuk seluruh sepakbola."

"Karena dia terlalu bagus, dia juga hebat di pertandingan istimewa. Semakin besar pertandingannya, semakin baik yang dia dapat."

Rekan setim Gascoigne di Tottenham, Gary Lineker, kemudian tertangkap kamera melakukan gestur ke arah bangku cadangan Inggris ketika dia mencoba menenangkan Gascoigne.

"Saya bahkan tidak menyadari itu (gestur) dilihat oleh orang banyak, tidak terkecuali oleh kamera televisi."

"Saya melihat bibir bawahnya bergetar dan mulai menangis, saya ingin Bobby menyadarinya", kata Lineker.

Gazza terlalu sedih saat itu, tetapi dia menggambarkan kejadian itu di dalam bukunya, Glorious: My World, Football and Me.

"Tiba-tiba saya tidak mendengar apapun", tulisnya.

"Dunia tiba-tiba berhenti saat itu. Mata saya mengikuti gerakan tangannya (wasit), saat masuk ke kantong, kemudian keluar dengan kartu (kuning) itu."

Setelah Inggris kalah dalam adu tendangan penalti, Bobby Robson menenangkan pemain 23 tahun itu.

"Jangan khawatir", kata Bobby.

"Kamu telah menjadi salah satu pemain terbaik di turnamen. Ini adalah Piala Dunia pertamamu."

Tetapi pada kenyataannya, tragedi bagi Gazza bukan hanya saat Inggris kalah dalam adu penalti, tetapi Italia 1990 adalah Piala Dunia pertama dan terakhir bagi Gascoigne. Setelah itu dia tidak pernah lagi memperkuat timnas Inggris di Piala Dunia hingga ia pensiun.

"Saya tidak pernah mendapat kesempatan bermain di Piala Dunia selanjutnya", kata Gascoigne.

"Italia 1990 adalah momen terbaik bagi saya, dan saya tidak ingin momen itu berakhir. Saat itu saya berpikir bahwa kami akan memenangkan Piala Dunia. Sungguh sulit untuk mengingatnya. 'Hari-hari itu.'

Pada akhirnya bukan hanya Gazza yang tidak bisa bermain di partai final, melainkan seluruh pemain Inggris karena kalah adu penalti 4-3 setelah sebelumnya bermain seri 1-1 di waktu 120 menit. Gol Andreas Brehme pada menit ke-59 dibalas oleh Gary Lineker pada menit ke-80.
Di babak tos-tosan dua penendang Inggris, Stuart Pearce dan Chris Waddle gagal mengeksekusi dengan baik. Sementara keempat penendang Jerman Barat berhasil menggetarkan gawang Inggris.

Kemudian FIFA World Football Museum di Zurich memamerkan kartu kuning yang diacungkan oleh wasit Jose Ramiz Wright kepada Gazza.

Selasa, 03 Juli 2018

Kalah Tapi Tetap Membanggakan

Rostov-on-Don, 3 Juli 2018

Mimpi di Rostov-on-Don tidak akan pernah dilupakan oleh Jepang. Mimpi buruk bernama Nacer Chadli yang memupuskan harapan Jepang untuk melaju ke perempat final.

Sempat unggul 2-0 atas Belgia lewat gol Genki Haraguchi (49) dan Takashi Inui (52), Jepang yang bermain efektif takluk oleh gol serangan balik di menit ke-94.
Tiga gol dari Verthongen, Fellaini, dan Chadli membuat para suporter Jepang menangis. Mereka kalah 2-3 atas Eden Hazard cs.

Tetapi yang patut dicontoh oleh suporter lain adalah meski timnasnya kalah secara menyakitkan, seperti biasa para suporter Jepang melakukan hal yang membanggakan, mereka membersihkan sampah-sampah di sekitar tribun seusai pertandingan.

Di Piala Dunia 2014 lalu, mereka juga melakukan hal yang sama meski timnasnya dikalahkan Pantai Gading.

Mereka berjiwa besar dan memiliki kesadaran akan kebersihan stadion. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang membersihkan sampah sambil berlinang air mata.

Perilalu suporter Jepang juga dilakukan oleh skuat mereka. Meskipun mereka menangis setelah laga, para pemain Jepang juga merapikan serta membersihkan bangku cadangan dan ruang ganti mereka sebelum meninggalkan lapangan.

Di dalam ruang ganti, mereka juga meninggalkan catatan singkat di sebuah kertas dengan bahasa Rusia yang bertuliskan "Спасибо" [baca: Spasiba] yang artinya "Terima Kasih".
Huge respect for Japan.

[ig: soccer_remind]

Minggu, 01 Juli 2018

Cucchiaio Totti Dan Kemenangan Italia

Amsterdam, 30 Juni 2000

Francesco Totti berbicara kepada rekan setimnya, Luigi Di Biagio sebelum mengambil tendangan cucchiaio, tendangan penalti dengan men-chip bola.

Totti: "Lihatlah, Van Der Sar begitu besar. Aku akan menendang dengan cucchiaio."

Di Biagio: "Apa kamu gila? Ini EURO dan kamu akan melakukan chip?!"

Totti: "Lihat saja..."

Peristiwa ini terjadi di semifinal EURO 2000 saat Italia bersua tuan rumah Belanda. Italia harus bermain dengan 10 orang sejak menit ke-34 setelah Gianluca Zambrotta terkena kartu merah. Frank De Boer dan Patrick Kluivert gagal mengeksekusi penalti di waktu normal. Skor 0-0 berakhir hingga 120 menit dan laga dilanjutkan dengan adu penalti.

Di babak tos-tosan, Italia mencetak dua gol pertama melalui Luigi Di Biagio dan Gianluca Pessotto. Sementara dua penendang pertama Belanda, Frank De Boer dan Jaap Stam gagal.

Francesco Totti yang menjadi eksekutor ketiga Italia berjalan dengan tenang ketika akan mengambil tendangan. Sementara Van Der Sar menyemangati diri sendiri dan meminta dukungan dengan berteriak dan bertepuk tangan ke arah suporter Belanda yang berada di belakang gawang.

Totti kemudian mengambil ancang-ancang. Saat wasit Markus Merk meniup peluit, dia berlari seolah akan menendang bola dengan kencang. Totti melakukan cucchiaio sedikit ke arah kiri, sementara Van Der Sar yang tertipu menjatuhkan diri ke kanan.

Gol indah dan disambut dengan sukacita para pemain, official dan tentu saja suporter Italia. Gol Totti berhasil memperlebar jarak menjadi 3-0.

Patrick Kluivert menjadi penendang ketiga Belanda berhasil memperkecil skor menjadi 3-1. Sementara penendang keempat Italia, Paolo Maldini gagal menaklukkan Van Der Sar sehingga memberi harapan Belanda untuk memperkecil jarak.
Tetapi, penendang keempat mereka Paul Bosvelt, gagal melakukan tugas dengan baik setelah tendangannya berhasil di blok Toldo. Italia 3, Belanda 1.

Italia berhasil melangkah ke final tetapi kalah 1-2 oleh Perancis melalui golden goal David Trezeguet.

[ig: soccer_remind]

Kamis, 28 Juni 2018

Tragedi Permen Yeot Dan Kemenangan Epik Korea Selatan

Kazan, 27 Juni 2018

Kemenangan Korea Selatan 2-0 atas Jerman sungguh mengejutkan banyak pihak. Mereka memutar balikkan prediksi bahwa mereka akan menjadi bulan-bulanan Jerman.

Bahkan sebelum laga, pelatih mereka Shin Tae-yong pesimistis ketika mengatakan peluang Korea Selatan menang atas Jerman hanya 1 persen.

Kemenangan yang mungkin melegakan para penggawa mereka ketika kembali ke negaranya.
Tambahan tiga poin membawa Korea Selatan naik ke posisi ketiga setelah di dua laga awal mengalami kekalahan.

Setidaknya tragedi di Piala Dunia 2014 lalu tidak akan terulang ketika mereka hanya finis di posisi juru kunci.
Saat itu mereka gagal bersaing di grup H karena kalah 2-4 oleh Aljazair dan 0-1 melawan Belgia. Mereka hanya mengumpulkan satu poin hasil imbang 1-1 melawan Rusia dengan selisih gol minus tiga.

Saat itu ketika kembali ke negaranya, skuat Korea Selatan ditunggu oleh para awak media dan sekitar 200 suporter di bandara Internasional Incheon.
Bukannya disambut dengan tepuk tangan, mereka disambut bak pecundang.

Kerja keras mereka di Brazil seperti tidak dihargai oleh beberapa oknum suporter. Mereka yang kecewa dengan penampilan timnasnya melempari para pemain Korea Selatan dengan permen sejenis gula-gula. Di Korea Selatan permen ini disebut dengan permen yeot.

Beberapa suporter yang melempar itu sembari berteriak "makanlah yeot!"

Jika Anda bukan orang Korea, mungkin dilempar permen yeot adalah sambutan hangat mengingat permen simbol dari kebahagiaan dan ketulusan.
Tetapi, di Korea Selatan, melempar orang dengan permen yeot dan menyuruh memakannya adalah sebuah penghinaan. Atau dengan kata lain berarti kata-kata kotor, sama halnya dengan kata "f*ck" dalam bahasa Inggris.

Beberapa suporter lain membentangkan banner yang bertuliskan, "Sepakbola Korea Telah Mati!!"

Saat itu Korea Selatan menjadi negara Asia terakhir yang tereliminasi dari Piala Dunia 2014.
Pencapaian terbaik mereka adalah ketika berhasil melaju hingga semifinal saat menjadi tuan rumah di Piala Dunia 2002 sebelum dikalahkan Jerman lewat gol tunggal Michael Ballack.

Pelatih Hong Myung-bo yang pada tahun 2002 menjadi kapten tim akhirnya meminta maaf kepada para suporter karena penampilan buruk timnya di Brazil 2014.

Kini, bermodal dua gol kemenangan dari Kim Young-gwon (90+4) dan Son Heung-min (90+7) saat mengalahkan juara bertahan Jerman, setidaknya tragedi permen yeot di 2014 tidak akan terulang lagi saat mereka kembali ke negaranya.

[ig: soccer_remind]

Selasa, 26 Juni 2018

Rekor Gol Dan Tangisan Neymar

Tangisan Neymar di akhir laga melawan Kosta Rika (22/6) menyita banyak perhatian publik sepakbola. Banyak yang bertanya-tanya alasan Neymar menangis.

Sesaat setelah laga, Neymar menjelaskan tentang arti tangisannya itu. Dia mengungkapkan air mata itu adalah luapan rasa bangga dan kebahagiaan karena berhasil membawa Brazil meraih kemenangan krusial.

Jauh sebelum Neymar yang kini menjadi superstar sepakbola, dia hanyalah seorang bocah yang bermimpi untuk bisa membela timnas Brazil di Piala Dunia. Kini impian itu telah terwujud.

"Tidak semua orang tahu apa yang saya alami untuk sampai di sini (Piala Dunia 2018), air mata saya adalah luapan kebahagiaan karena kami berhasil menang."

"Dalam kehidupan saya, segalanya tidak saya raih dengan mudah. Meski begitu mimpi ini akan terus berlanjut. Tidak, bukan mimpi, tapi tujuan!"

Sebelum Piala Dunia dimulai, Neymar sempat mengalami cedera parah yang harus membuatnya menepi sebelum musim 2017-2018 berakhir. Tetapi akhirnya dia berhasil pulih tepat waktu hingga disertakan dalam skuat Brazil di Piala Dunia 2018.

Dengan tambahan satu gol ke gawang Kosta Rika membuat Neymar kini masuk tiga besar rekor pencetak gol terbanyak timnas Brazil.

Kini dia telah mengoleksi 56 gol, melewati Romario dengan 55 gol. Tetapi rekor gol terbanyak sepanjang masa Brazil masih dipegang oleh Pele dengan 77 gol, diikuti Ronaldo, 62 gol.

Rekor gol para legenda itu masih bisa ia pecahkan mengingat usia Neymar yang masih 26 tahun.

[ig: soccer_remind]

Pada Akhirnya, Orang Jerman Yang Selalu Menang

Sochi, 24 Juni 2018

Kemenangan dramatis Jerman melawan Swedia mungkin tidak mengejutkan bagi mantan pemain nasional Inggris, Gary Lineker.
Dia menulis di media sosial tentang kemenangan dramatis tim Panser. Dalam tulisannya, ia memperbarui kutipan terkenal yang pernah ia ucapkan di tahun 1990.

"Sepakbola adalah permainan mudah; 22 orang berlari mengejar bola selama 90 menit, tetapi pada akhirnya orang Jerman yang selalu menang."

Itulah kutipan terkenal dari mantan pemain Barcelona, Gary Lineker yang dia ucapkan pada tahun 1990.
Lineker mencetak gol melawan Jerman Barat di semifinal Piala Dunia 1990, tetapi Inggris dikalahkan Jerman Barat lewat adu penalti yang di akhir turnamen menjadi juara.

Sebuah kekecewaan yang amat dalam dirasakan striker timnas Inggris itu yang kemudian mengucapkan kutipan legendaris tentang orang Jerman yang selalu keluar sebagai pemenang.

Kutipan itu membuktikan bahwa Lineker sangat memuji kualitas skill para pemain Jerman. Mental yang kuat meski sedikit terlambat panas kerap ditunjukkan Jerman tatkala bermain di turnamen besar. Julukan tim spesialis turnamen pun selalu disematkan kepada mereka.

Setelah Toni Kroos mencetak gol kemenangan melawan Swedia di detik-detik akhir laga, Lineker kemudian memperbarui kutipan legendaris yang pernah ia ucapkan itu.

"Sepakbola adalah permainan mudah; 22 orang berlari mengejar bola selama 82 menit, dan orang Jerman mendapatkan satu kartu merah, jadi 21 orang mengejar bola selama 13 menit, tetapi pada akhirnya bagaimanapun juga orang Jerman-lah pemenangnya."

Tulisan Lineker itu merujuk kepada Jerome Boateng yang menerima kartu merah pada menit ke-82 setelah menganjal Marcus Berg.

Gol Marco Reus di awal babak kedua berhasil menyamakan skor menjadi 1-1 setelah sebelumnya gol Ola Toivonen berhasil mengelabuhi Neuer. Kemudian gol telat Toni Kroos di menit ke-95 berhasil membawa Jerman meraih kemenangan pertama mereka di Piala Dunia 2018.

[ig: soccer_remind]

Selasa, 19 Juni 2018

Nacional Juara Piala Interkontinental Setelah Melalui 20 Penendang Penalti

Tokyo, Desember 1988

Pada 11 Desember 1988, klub asal Uruguay, Club Nacional de Football berhasil menjadi juara Piala Interkontinental setelah mengalahkan PSV Eindhoven melalui adu penalti dengan total 20 orang penendang.

Piala Interkontinental adalah kejuaraan yang mempertemukan juara Copa Libertadores (Amerika Selatan) melawan juara Liga Champions (Eropa). Kini kejuaraan ini berkembang menjadi kejuaraan antar benua yang dikenal dengan nama FIFA Club World Cup atau Piala Dunia Antar Klub.

Bermain di hadapan 62.000 suporter di stadion National di Tokyo, sang juara Copa Libertadores berhasil unggul di menit ke-7 melalui sundulan keras gelandang asal Uruguay, Santiago Ostolaza yang menyambut bola dari tendangan sudut.
Mereka unggul hingga menit ke-75 sebelum striker asal Brazil, Romario mencetak gol penyama kedudukan melalui sundulan.

Kedudukan imbang 1-1 bertahan hingga 90 menit, kemudian di babak tambahan waktu PSV berbalik unggul melalui penalti bek tengah mereka, Ronald Koeman di menit ke-110.
Tetapi sembilan menit kemudian disaat PSV merasa diambang gelar juara, Ostolaza berhasil mencetak gol keduanya sehingga membuat kedudulan sama kuat 2-2. Sehingga pertandingan harus diselesaikan melalui adu penalti.

PSV sebenarnya diuntungkan dengan dilakulannya adu penalti karena sebelumnya mereka menjuarai Piala Champions juga dengan melalui adu penalti melawan Benfica ketika menang 6-5 di babak tos-tosan.

Tetapi setelah melalui lima penendang di masing-masing tim, kedudukan tetap sama kuat. Kedua klub masing-masing mencetak 3 gol.

Ostolaza sebagai penendang kesembilan berhasil mencetak gol untuk Nacional sehingga kedudulan sama kuat 6-6. Sementara pemain PSV, Barry van Aerle gagal mencetak gol sehingga membuat wakil Uruguay berhasil menjadi juara setelah Tony Gomez berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. PSV 6, Nacional 7.

[ig: soccer_remind]

Minggu, 17 Juni 2018

David De Gea: Blunder Adalah Wajar

Sochi, Juni 2018
Ketika menganggap blunder adalah sesuatu yang wajar. Maka blunder-blunder selanjutnya akan terjadi. Dan terbukti.

Sebelum Piala Dunia 2018 dimulai, De Gea mengatakan bahwa bola resmi Piala Dunia 2018, Adidas Telstar sangat aneh, dan akan merepotkan banyak penjaga gawang.

4 Juni 2018.
Laga Persahabatan:
Spanyol 1-1 Swiss.
Blunder De Gea membuat Swiss menyamakan kedudukan 1-1 setelah Spanyol sempat unggul 1-0 lewat gol Alvaro Odriozola.

Komentar De Gea selepas blunder di laga vs Swiss:
"Kesalahan seorang kiper memang begitu terlihat. Tetapi lebih baik blunder di laga persahabatan, daripada di Piala Dunia." (Marca)

Sayang, apa yang David De Gea katakan untuk tidak blunder di Piala Dunia itu tidak terbukti.
Setidaknya itulah yang terjadi pada laga debutnya di Piala Dunia, De Gea kembali melakulan blunder yang hampir saja membuat Spanyol kalah.

16 Juni 2018.
Laga Pertama Grup B Piala Dunia 2018:
Portugal 3-3 Spanyol.
Blunder De Gea membuat Portugal unggul 2-1 setelah Spanyol sempat menyamakan kedudukan lewat aksi individu Diego Costa. Tendangan mendatar Ronaldo gagal diantisipasi dengan baik oleh kiper yang musim lalu meraih Golden Glove di Liga Primer itu. Di akhir laga, Spanyol kembali gagal menang.

Komentar De Gea selepas blunder di laga vs Portugal:
"Saya tidak membunuh seseorang, saya telah melakukan kesalahan, dan kita harus melihatnya sebagai hal yang wajar. Saya mendapat dukungan dari seluruh rekan setim."

"Saya merasa baik secara fisik maupun mental. Anda tidak bisa mengganti pemain hanya karena sebuah blunder. Saya sungguh senang dengan dukungan dari pelatih dan rekan-rekan."

"Itu bola yang sangat sulit. Bola yang sangat kencang dari Ronaldo. Tapi inilah sepakbola. (Onda Cero)

[ig: soccer_remind]

Sabtu, 16 Juni 2018

Kali Pertama Diizinkannya Pergantian Pemain di Piala Dunia

Meksiko, 1970

Sejarah mencatat, pada Piala Dunia 1970 untuk pertama kalinya diizinkan adanya pergantian pemain setelah di edisi-edisi sebelumnya tidak ada aturan pergantian pemain.

Pada pertandingan antara Meksiko melawan Uni Soviet, pemain dari Uni Soviet, Victor Serebzyanikov membuat sejarah setelah digantikan oleh Anatole Pouzatch pada menit ke-45. Menjadikan Serebzyanikov sebagai pemain pertama yang digantikan oleh pemain lain.

Hingga kini, pergantian pemain di Piala Dunia kerap kali juga menentukan hasil akhir pertandingan. Di edisi 2014, pergantian pemain paling krusial adalah ketika striker Jerman, Miroslav Klose, sang pencetak gol terbanyak di Piala Dunia digantikan oleh Mario Gotze yang berhasil mencetak gol kemenangan ke gawang Argentina.

Dan yang terbaru di Piala Dunia 2018 adalah saat laga pembuka Rusia melawan Arab Saudi, di mana pemain Rusia, Denis Cheryshev berhasil mencetak dua gol dalam kemenangan 5-0 meski datang sebagai pemain pengganti.

Senin, 11 Juni 2018

Kandang Adalah Tempat Di Mana Terjadinya Banyak Gol

Pada 24 Januari 1912, Wolverhampton Wanderes berhasil mencukur Watford 10-0 di pertandingan ulangan putaran pertama Piala FA setelah di pertandingan pertama bermain tanpa gol.

Di pertandingan sebelumnya pada 13 Januari di kandang Watford adalah pertemuan pertama kedua tim. Kedua tim juga berbeda divisi, Wolves di Divisi Dua di Football League, sementara Watford merupakan klub anggota di Southern League.
Pertandingan ini berakhir tanpa gol hingga harus dilakukan pertandingan ulangan di stadion Molineux sebelas hari kemudian.

Bermain di kandang seperti bermain di dunia berbeda bagi Wolves yang berhasil menghancurkan Watford dengan kemenangan 10-0 oleh gol yang dicetak oleh Halligan 3 gol, Needham (2), Brooks (2), Harrison, Hadley, dan Young.

Kemenangan dengan margin dua digit gol itu mendekati rekor kemenangan terbesar Wolves ketika menang 14-0 melawan Crosswell's Brewery di lanjutan Piala FA pada November 1886.

Wolves yang sudah menjadi juara Piala FA dua kali (1893 dan 1908) kemudian melaju ke babak kedua dan kembali menang atas Lincoln City sebelum dibekuk Blackburn Rovers di babak ketiga.
Sejak saat itu Wolves kembali masuk ke babak final empat kali dan berhasil menjadi juara di tahun 1949 dan 1960.

[ig: soccer_remind]

Kamis, 07 Juni 2018

Transfer Musim Dingin Terburuk Dalam Sejarah

Pada 1 Januari 2005, Newcastle membeli Jean-Alain Boumsong dengan biaya £ 8 juta dari Rangers, yang kemudian dinggap sebagai salah satu transfer musim dingin terburuk dalam sejarah.

Mantan pemain nasional Perancis, Boumsong telah bermain untuk Le Havre (1997-2000) dan Auxerre (2000-2004) sebelum pindah ke Rangers dengan bebas transfer pada musim panas 2004.
Meskipun ia menandatangani perjanjian kontrak 5 tahun dengan klub asal Glasgow itu, performanya yang bagus di sana menarik minat pelatih Newcastle, Graeme Souness, yang menawarnya £ 8 juta pada Desember. Akhirnya kedua klub sepakat dengan transfer itu pada hari pertama tahun 2005.

Meskipun performanya di St. James' Park dimulai dengan bagus, dia harus susah payah di musim 2005-06. Dia sering membuat kesalahan di barisan pertahanan dan mengakibatkan Newcastle kemasukan 42 gol dan mengakhiri musim di posisi ketujuh.
Pada akhir musim itu, pelatih baru Newcastle, Glenn Roeder, yang menggantikan Souness pada Februari 2006 menjual bek tengah itu ke Juventus hanya dengan biaya £ 3.3 juta. Artinya Newcastle harus rugi hampir £ 5 juta.
Boumsong di Juventus hanya satu musim, kemudian bermain di Lyon selama tiga musim sebelum bergabung dengan Panathinaikos pada Juli 2006.

Pada musimnya di Tyneside, markas Newcastle, sebuah poling di Times pada 2008, menilai dia sebagai transfer Januari terburuk di Liga Primer.
Akan tetapi poling yang dia terima kemudian turun di bawah transfer-transfer terburuk setelahnya, termasuk Andy Caroll dari Newcastle ke Liverpool dengan biaya £ 35 juta pada 2011 dan Fernando Torres dari Liverpool ke Chelsea dengan £ 50 juta.

(ig: soccer_remind)

Jumat, 25 Mei 2018

La Liga 2002/03 - Real Sociedad; Terjungkir Menjelang Akhir

Hanya Karena Lengah di Satu Partai, dan Gelar Juara Pun Melayang

Lupakan musim 2002/03! Peluang emas untuk menjadi juara yang tinggal menyiksakan dua partai sirna. Keunggulan dua poin dari Real Madrid hingga jornada ke-36 gagal dipertahankan. Nihat Kahveci cs akhirnya harus gigit jari dan harus puas di posiai runner-up.

Di jornada ke-36, Sociedad masih memimpin klasemen dengan 73 poin. Untuk menjadi juara mereka harus memenangkan dua pertandingan sisa. Jika misi itu berhasil, poin mereka tidak akan bisa disamai oleh Real Madrid.
Tapi apa yang terjadi?

Di jornada ke-37, Sociedad takluk 2-3 di kandang Celta Vigo saat bersamaan Madrid berhasil membantai Atletico dengan skor 4-0. Posisi Sociedad di puncak klasemen dikudeta Real Madrid dengan perolehan 75 poin. Sociedad turun di posisi kedua dengan poin tidak berubah, 73.

Puncaknya berlangsung di jornada terakhir atau pekan ke-38. Ini pekan penentuan. El Real sedikit di atas angin. Selain bertanding di kandang sendiri, mereka juga unggul dua angka atas Sociedad. Hasilnya, Raul cs sukses mengalhlan Bilbao dengan skor 3-1. Dengan hasil ini, total poin El Real menjadi 78, dan dipastikan menjadi juara.

Di saat yang sama, Sociedad juga mampu menundukkan Atletico dengan skor 3-0. Toh Nihat cs tetap harus puas di posisi runner-up dengan 76 poin.

(Soccer)

Senin, 21 Mei 2018

Serie A 2001/02 - Internazionale; Tak Kuat Mental

Serie A 2001/02 - Internazionale

Hanya Karena Lengah di Satu Partai, Gelar Juara Pun Melayang

Tak Kuat Mental

Kalah mental. Inilah yang membuat Internazionale puasa scudetto di akhir musim 2001/02. Padahal, saat itu I Nerazzurri memiliki peluang besar untuk meraih Scudetto ke-14 mereka.

Apa penyebab kegagalannya?
Inter tak kuat menahan provokasi dan tekanan psikologis dari Juventus sehingga harus rela menyerahkan scudetto kepada rivalnya itu. Juventus yang berada di peringkat kedua klasemen di pekan ke-33 terus mengobarkan keyakinan akan juara. Pasalnya, di pekan terakhir Inter harus menghadapi lawan berat di kandang Lazio. Sebaliknya, Juventus hanya akan menghadapi Udinese.

Inter termakan provokasi itu. Mental mereka jatuh saat harus bertandang ke Olimpico. Keunggulan satu poin atas Juventus tidak mampu mereka pertahankan. Inter justru takluk 2-4 atas Lazio di akhir kompetisi.

Di tempat lain, Juventus sukses melibas Udinese dengan skor 2-0. Sehingga membuat mereka menjadi juara. Juventus mengumpulkan 71 poin, sedangkan Inter 69. Hasil ini membuat Inter kalah dalam perburuan scudetto.

Fakta ini semakin menyakitkan bagi I Nerazzurri karena AS Roma juga berhasil melewati mereka di detik-detik terakhir. I Giallorossi yang berada di posisi ketiga sampai pekan ke-33 juga menang 1-0 atas Torino lewat gol tunggal Antonio Cassano. Poin mereka menjadi 70. Jumlah ini otomtis membuat mereka berada di posisi runner-up.

(Soccer)

Jumat, 18 Mei 2018

Serie A 1998/99 - Lazio; Gagal Menjaga Keunggulan

Hanya Karena Lengah di Satu Partai, dan Gelar Juara Pun Melayang

Lazio berduka. Keunggulan satu poin dari AC Milan pada pekan ke-32 gagal dipertahankan I Biancocelesti hingga akhirnya gagal juara di akhir musim. Menjadikan musim 1998/99 sebagai musim kelam yang tak ingin mereka kenang.

Di pekan-pekan terakhir, I Rossoneri sukses mengkudeta Lazio sebagai pemimpin klasemen. Peristiwa itu terjadi di pekan ke-33. Ini terjadi karena Lazio gagal mengalahkan Fiorentina di Artemio Franchi.

Sebuah gol dari Gabriel Omar Batistuta di menit ke-15 sempat dibalas oleh Christian Vieri di menit ke-28. Namun Lazio gagal mencetak gol lagi hingga skor 1-1 berakhir.

Hasil imbang ini berakibat fatal. Milan yang tak dijagokan bakal juara berhasil memanfaatkannya. I Rossoneri yang memiliki poin 64 berhasil menang 4-0 atas Empoli, hingga perolehan poin Milan menjadi 67.
Akhirnya, Lazio yang di pekan ke-32 memiliki poin 65 berhasil dilewati Milan.

Langkah Milan meraih scudetto ke-16 sepanjang sejarah mereka tak tertahan lagi. Di satu partai yang tersisa, Milan menang di kandang Perugia, sementara Lazio juga menang atas Parma. Akhirnya, Milan menjadi juara dengan selisih poin di atas Lazio.

(Soccer)

Rabu, 16 Mei 2018

Bundesliga 2001/02 - Leverkusen; Trouble Horror Leverkusen

Hanya Karena Lengah di Satu Partai, dan Gelar Juara Pun Melayang

Maksud hati ingin treble, apa daya dapat trouble.

Itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan Leverkusen di musim 2001/02. Maunya meraih treble (tiga gelar) tapi justru mendapatkan trouble (masalah).

Niat Leverkusen meraih treble justru punah di akhir-akhir momen. Terlalu bernafsu untuk juara membuat mereka tersingkir dan gagal di tiga ajang yang mereka ikuti; Bundesliga 1, DFB Pokal, dan Liga Champions.

Di Bundesliga 1, selisih dua poin dari Dortmund hingga pekan ke-32 tidak mampu mereka manfaatkan. Di pekan selanjutnya, mereka kalah 0-1 dari Nurnberg dan membuat mereka gagal meraih gelar di Bundesliga 1. Pasalnya, di pekan yang sama, Dortmund berhasil menang atas Hamburg. Dortmund pun menyalip Leverkusen dengan keunggulan satu poin.

Kemenangan Leverkusen atas Hertha Berlin di pekan terakhir menjadi tidak berarti. Sebab, pada partai terakhir itu, Dortmund mampu meraih hasil sempurna dan mereka akhirnya menjadi juara.

Duka Leverkusen semakin parah ketika kalah 2-4 di DFB Pokal. Kemudian pada 15 Mei 2002, mereka takluk 1-2 dari Real Madrid di final Liga Champions.
Tragis.

(Soccer)

Selasa, 15 Mei 2018

Kisah Maradona Yang Hampir Berseragam Merah Putih

Salah satu rumor transfer paling sulit dipercaya. Tapi inilah yang terjadi. Siapa yang tidak kenal dengan maestro sepakbola Argentina, Diego Armando Maradona yang hampir saja berseragam Merah Putih.
Tentu saja Merah Putih di sini bukanlah warna kebesaran timnas Indonesia, melainkan Sheffield United.

Kembali ke tahun 1978, manajer Sheffield United saat itu, Harry Haslam, terbang ke Argentina untuk menonton Piala Dunia sekaligus mencari pemain muda berbakat.
Kemudian dia melihat pemuda berusia 17 tahun dengan talenta luar biasa bernama Maradona. Bahkan orang di Inggris pun belum pernah ada yang mendengar nama Maradona yang saat itu bermain untuk Argentinos Juniors.

Sheffield saat itu masih berada di divisi kedua Liga Inggris, tetapi mereka percaya kepada Haslam sehingga menyetujui untuk membawa Maradona dengan biaya £ 200 ribu.

Beberapa saat kemudian, Argentinos Juniors menginginkan nilai transfer lebih. Ketika kesepakatan nilai transfer diubah, Sheffield menarik diri dari semula menginginkan Maradona kemudian mereka memboyong rekan setimnya, Alejandro 'Alex' Sabella dengan biaya yang sedkitit lebih murah yaitu £ 160 ribu.

Akhirnya transfer Maradona ke klub dengan warna kebesaran Merah dan Putih itu tak pernah terjadi hingga Maradona pensiun.

Selama karirnya, Sabella menghabiskan beberapa tahun di Sheffield. Sedangkan Maradona tentu saja menjadi pemain hebat yang terkenal dengan Gol Tangan Tuhan ke gawang Inggris, diikuti gol solo run dengan melewati enam pemain Inggris di pertandingan yang sama di Piala Dunia 1986.
Di mana saat itu berhasil membawa Argentina menjadi juara dunia dan menjadi salah satu pemain terbaik sepanjang masa.

Sabtu, 12 Mei 2018

Bekas Luka Yang Membuat Dirinya Menjadi Bintang

Franck Ribery mungkin tidak pernah berpikir bisa menjadi pesepakbola hebat dan sukses seperti sekarang ini. Pasalnya pada saat berusia 2 tahun dia sangat beruntung ketika selamat dari tabrakan mobil yang melibatkan dirinya beserta keluarganya.
Dalam kecelakaan itu Ribery kehilangan saudara dan kedua orang tuanya.

Luka di wajah yang ia derita meninggalkan bekas luka yang membekas yang terlihat hingga hari ini. Pada akhirnya dia diejek oleh teman-teman kecilnya di mana dia tumbuh di Boulogne-sur-Mer, wilayah Perancis bagian utara.

Tetapi mantan pemain tim nasional Perancis itu menganggap bekas luka di wajahnya yang telah membuat dia kuat secara mental.

"Ini (bekas luka) membuat saya semakin kuat dalam segala hal", kata Ribery kepada SportBild.

Dalam sebuah wawancara, Ribery ditanya kenapa memilih tidak melakukan operasi untuk menghilangkan bekas luka itu. Kemudian dengan singkat ia menjawab, "Ini adalah takdir saya. Sedangkan bekas luka di wajah mengingatkan saya akan kekuasaan Tuhan."

[ig: soccer_remind]

Jumat, 11 Mei 2018

Matej Delac; Pemain Chelsea Dengan Masa Peminjaman Terlama

Pernah dengar nama Matej Delac?
Dia adalah kiper Chelsea yang memegang rekor sebagai pemain terlama yang dipinjamkan ke klub lain.

Sejak bergabung dengan Chelsea dari Inter Zepresic pada 2010, Delac telah mengalami masa peminjaman ke 9 klub berbeda.

Delac bergabung dengan Chelsea pada 1 September 2010. Karena masalah perizinan, ia tidak bisa didaftarkan dalam skuat Chelsea dan akhirnya dipinjamkan ke klub Belanda, Vitesse Arnhem.
Kemudian dipinjam klub Ceko, Dynamo Ceske Budejovice selama semusim pada musim 2011/12 dan hanya tampil di 5 laga.

Di awal musim 2012/13, Delac dipinjam klub asal Portugal, Victoria Guimaraes. Setelah itu kembali ke klubnya terdahulu di Inter Zepresic. Di klub asal Kroasia itu Delac hanya mampu membawa klubnya finis di posisi 10 dari 12 klub.

Pada paruh musim pertama 2013/14, kiper yang lahir pada 20 Agustus 1992 itu dipinjamkan ke klub Serbia, FK Vojvodina dan tampil dalam 18 laga. Kemudian setengah musim selanjutnya tepatnya pada musim dingin 2014 dipinjamkan ke Sarajevo, di Bosnia hingga akhir musim dan tampil di 7 laga.

Pada 1 September 2014, ia dipinjamkan ke klub kasta kedua Liga Perancis, Arles-Avignon.
Pada Februari 2015, Delac kembali ke Sarajevo, di mana ia berhasil membawa klubnya juara Liga Bosnia di mana Delac berhasil mencatat 11 cleansheet dari 15 laga.

Awal musim 2015/16, kiper bertinggi 190 cm itu kembali ke Sarajevo selama semusim penuh, tetapi ia mengalami cedera lutut hingga harus mengakhiri musim lebih cepat.

Musim 2015/16, Delac dipinjamkan ke klub Belgia, Royal Mouscron, selama semusim. Ia tampil di 28 laga di klub yang sedang mengalami krisis itu.

Pada 1 Juli 2018 mendatang, Delac memutuskan bergabung dengan klub Denmark, AC Horsens, sebagai pemain permanen.

Selama 8 tahun menjadi pemain Chelsea dan 9 kali mengalami masa peminjaman, Delac belum pernah satu kali pun tampil di pertandingan resmi bersama Chelsea.
Satu-satunya penampilan Delac bersama Chelsea terjadi ketika Chelsea menjalani tur pramusim pada tahun 2014 melawan tim Slovenia, Olimpija Ljubljana di mana Chelsea berhasil menang dengan skor tipis 2-1.

Selasa, 01 Mei 2018

Dibalik Tangisan Emosional Serey Die

Isak tangis yang tidak terkontrol mewarnai gelaran Piala Dunia 2014, ketika gelandang Pantai Gading, Geoffrey Serey Die, menangis saat menyanyikan lagu kebangsaan negaranya ketika melawan Kolombia.

Pemain kelahiran 7 November 1986 itu teringat mendiang ayahnya. Dia juga merasa sangat emosional dan bangga karena tidak pernah memikirkan bisa masuk sebagai anggota Timnas Pantai Gading.
Dia tidak pernah berpikir bisa berpartisipasi di gelaran akbar Piala Dunia.
Bahkan, menurut dirinya membela Timnas Pantai Gading adalah di luar ekspektasinya sebagai seorang pesepakbola.

Sempat ada rumor yang mengatakan Die menangis karena ayahnya meninggal beberapa jam sebelum kick off, tetapi Die membantahnya.

"Hidup saya selalu dalam kesulitan", kata Die. "Saya terkenang tentang Ayah saya yang meninggal di tahun 2004. Saya juga terkenang tentang hidup saya yang susah. Saya tidak pernah berpikir suatu hari bisa di sini, bermain (di Piala Dunia). Perasaan ini membanjiri saya dan saya orang yang sangat emosional."

"Saya berusaha menahan (air mata). Tapi tidak mampu", kata Die.

Di pertandingan lanjutan grup C itu, Pantai Gading harus mengakui keunggulan Kolombia 1-2 melalui gol James Rodriguez dan Juan Quintero. Sementara Pantai Gading memperkecil kedudulan melalui gol Gervinho.

[ig: soccer_remind]

Senin, 30 April 2018

Lokomotiv Moskva Hampir Dapatkan Neymar

Lokomotiv Moscow mempunyai kesempatan untuk mendapatkan tanda tangan Neymar yang saat itu berusia 16 tahun pada 2008.

Klub asal Rusia itu tertarik kepada Neymar karena melihat penampilan pemain Santos itu ketika membela Brazil saat bermain di turnamen kelompok usia muda, Mediterranean Cup, tetapi presiden Lokomotiv menolak ketika Santos mematok harga Neymar € 10 juta.

"Kami ingin membelinya. Pencari bakat kami mengamati pemain asal Brazil itu", kata Nikolai Naumov, mantan presiden Lokomotiv.

"Tapi ada banyak keraguan. Pertama, dia terlalu muda. Kedua, tidak jelas bagaimana dia bisa beradaptasi di Rusia. Jadi kami menolak untuk mendatangkan dia".

"Anda pasti mengerti, membayar mahal pemain muda dari luar benua, Anda harus berhati-hati dengan apa yang bisa terjadi. Saya tidak melihat Neymar bermain lebih bagus dari pemain lain. Alan Gatagov terlihat sama baiknya."

Kini, Neymar menjadi pemain termahal di dunia setelah dibeli PSG dari Barcelona akhir musim lalu dengan biaya € 222 juta.
Sementara itu, Gatagov kini hanya bermain di klub Liga Estonia, Levadia Tallinn. Ironis.


[ig: soccer_remind]

Jumat, 27 April 2018

Lord Bendtner, Sang Pemegang Rekor Gol Tercepat Dari Bangku Cadangan

Pada tanggal 22 Desember 2007 penyerang Arsenal Nicklas Bendtner berhasil mencatatkan rekor sebagai pencetak gol tercepat sebagai pemain pengganti.

Bendtner mencetak gol setelah 6 detik masuk ke lapangan. Jika dirinci lagi, Bendtner cuma butuh 1.8 detik ketika bola sudah aktif.

Awal mula Bendtner bergabung dengan Arsenal pada tahun 2005. Pada musim 2006/07 dia dipinjamkan ke Birmingham City. Pada Desember di tahun yang sama, dia mencetak gol krusial di Liga Champions dan Piala Liga, atau sekarang dikenal dengan nama Carabao Cup. Meskipun demikian dia belum mencetak gol di Liga Primer.

Peristiwa bersejarah akhirnya terjadi di Derbi London Utara ketika Arsenal menjamu Tottenham Hotspurs di stadion Emirates.

Bendtner masih duduk di bangku cadangan ketika Arsenal unggul 1-0 lewat gol Emmanuel Adebayor pada menit ke 48, sebelum disamakan oleh Dimitar Berbatov pada menit 66. Tim tamu sebenarnya sempat mendapatkan tendangan penalti ketika Kolo Toure melanggar Berbatov. Tetapi tendangan penalti Robbie Keane mampu diselamatkan kiper Arsenal, Manuel Almunia.

Dua menit kemudian, atau menit ke 74, ketika skor masih imbang 1-1, Wenger mencoba bermain lebih menyerang dengan memasukkan Bendtner menggantikan pemain tengah Emmanuel Eboue.

Bendtner langsung berlari dan memposisikan diri di dalam kotak penalti Tottenham ketika Arsenal mendapatkan sepak pojok. Bola sepak pojok yang diambil Cesc Fabregas kemudian ditanduk dengan sundulan keras oleh Bendtner. Bola meluncur deras ke gawang tanpa bisa diantisipasi oleh Paul Robinson.

Sundalan ini adalah sentuhan pertama Bendtner hanya 6 detik ketika masuk lapangan, atau lebih tepatnya 1.8 detik ketika bola sudah aktif.

Sebuah rekor gol tecepat yang dicetak oleh pemain pengganti, menjadikan gol pertama Bendtner di Liga Primer sekaligus gol kemenangan Arsenal atas Tottenham Hotspurs, sang rival abadi.

[ig: soccer_remind]

Rabu, 25 April 2018

Semifinal Liga Champions 1975-76

Babak semifinal memang bukan partai puncak turnamen. Tetapi inilah jalan terjal yang harus dilewati terlebih dahulu untuk berlaga di final. Bisa dibilang, di episode ini terjadi awal puncak ketegangan. Pertandingan pun jadi hidup mati.

Seperti pertandingan semifinal Liga Champions antara Bayern Munchen melawan Real Madrid di tahun 1975-76 yang memiliki arti tersendiri.

Real Madrid 1-1 Bayern Munchen
Waktu: 31 Maret 1976
Stadion: Santiago Bernabeu

Inilah pertemuan pertama klub besar dari Spanyol dan Jerman di Liga Champions. Real Madrid dan Bayern Munchen. Idealnya, pertemuan mereka terjadi di final.
Kiper Bayern, Sepp Maier, mematahkan hidung striker Madrid, Roberto Martinez, hingga akhirnya suporter Madrid marah dan melempar papan iklan kepada kiper Timnas Jerman tersebut.

Tapi, pertemuan ini sangat membekas bagi keduanya. Bahkan partai tersebutlah yang menjadi rivalitas panas. Sejak itu, Bayern dan Madrid terlibat perseteruan abadi.

Di leg kedua ketika bermain di stadion Olympia, Munchen, Rummenige cs membuktikan keperkasaan mereka atas Vicente del Bosque dkk. Bayern pun lolos ke final dengan agregat 3-1 dan akhirnya menjadi juara untuk ketiga kalinya secara beruntun.

Minggu, 22 April 2018

Franco Baresi; Ditolak Inter Karena Berbadan Terlalu Kecil

Semua yang diinginkan Franco Baresi adalah mengikuti jejak sang kakak, Giuseppe Baresi.
Bagaimanapun juga, ketika Franco menjalani latihan di Inter bersama Giuseppe, dia ditolak karena ukuran badannya yang saat itu terlalu kecil.

"Mereka bilang, 'Kembalilah lagi di tahun depan.' Kemudian pelatihku membawaku ke Milan, dan di sana saya diterima."

"Mereka mengkhawatirkan badan saya, yang tidak akan tumbuh dengan cepat, atau tidak menjadi kuat. Saya masih 14 tahun saat itu."

Meskipun begitu, AC Milan memutuskan mengontrak Franco Baresi. Baresi berkembang menjadi bek tangguh dan cerdas membaca permainan. Dia menjadi andalan Milan di era Arrigo Sacchi dan menjadi legenda di AC Milan.
Sedangkan sang kakak, Giuseppe Baresi, menjadi legenda bagi Internazionale. [Goal]

(ig: soccer_remind)

Sabtu, 14 April 2018

Penyelamatan Ikonik Seaman

Pada 13 April 2003, kiper Arsenal, David Seaman, membuat penyelamatan ikonik ketika menghadapi Sheffield United di semifinal FA Cup.

Bermain di stadion Old Trafford, Arsenal yang di musim itu disebut-sebut sebagai musim terbaiknya, karena selama satu musim tidak terkalahkan di liga Inggris hingga dikenal sebagai "The Invincible", menghadapi Sheffield United yang berstatus sebagai underdog karena hanya bermain di divisi Championship.

Melawan tim yang notabene berada di kasta lebih bawah liga Inggris, Arsenal unggul dengan susah payah lewat gol Frederik Ljungberg pada menit ke 34. Keunggulan Arsenal membuat Sheffield bernafsu mencari gol penyeimbang agar berpeluang melangkah ke final.

Ketika Sheffield mendapatkan sepak pojok, bola tendangan Michael Tonge sempat disundul kapten Sheffield, Rob Page, kemudian bola ditendang tidak sempurna oleh striker Carl Asaba. Bola kemudian berbelok arah dan mengarah ke Paul Peschisolido yang berdiri bebas. Peschisolido dengan tenang menyundul bola ke gawang Seaman.

Bola yang sepertinya akan masuk dan membuat kedudukan imbang 1-1, akhirnya mampu digapai dan ditepis keluar oleh jari Seaman meski ia sudah mati langkah.
Bola tepisan Seaman sempat diamankan Bissan Lauren kemudian di serobot dan ditendang oleh Phil Jagielka tetapi bola melambung dan keluar lapangan.

Penyelamatan ikonik Seaman membuat para suporter dan pemain Sheffield tidak bisa berkata-kata.
Refleks serta timing yang pas membuat kiper yang saat itu mendekati 40 tahun itu berhasil menghalau keluar bola tepat sebelum bola melewati garis gawang.

"Saya cukup beruntung membuat satu atau dua penyelamatan penting dari penalti untuk Timnas Inggris. Tetapi dari open play, mungkin penyelamatan di Old Trafford, adalah salah satu yang terbaik", kata Seaman.

Di akhir laga, Arsenal tetap unggul 1-0 dan akhirnya menjadi juara FA Cup 2003 setelah di final mengalahkan Southampton lewat gol tunggal Robert Pires.

Minggu, 08 April 2018

Cristiano Ronaldo Pernah Ditolak Liverpool Karna Meminta Gaji Terlalu Tinggi

Para tahun 2003, para pemain Manchester United meminta Sir Alex Ferguson untuk membeli Cristiano Ronaldo setelah pertandingan pra-musim menghadapi Sporting Lisbon.

Tentu saja pelatih asal Skotlandia itu tidak butuh waktu lama untuk diyakinkan. Dia tahu bahwa pemain asal Portugal itu sangat berharga dan akan membelinya berapapun harganya.
Sayangnya bagi Liverpool, Gerard Houlier, pelatih mereka tidak melakukan apa yang Alex Ferguson lakukan.

"Saya pernah melihatnya di turnamen Toulon Cup U-21 (pada Juni 2003), dan kami mendatangi dia, tapi kami punya skala gaji dan kami menolak gaji yang dia minta", kata pelatih asal Perancis itu.

Namun, jika Ronaldo menjadi pemain Liverpool dan bermain gemilang selama 6 musim berikutnya seperti yang telah ia lakukan di Manchester United, apakah mereka bisa memenangi Liga Inggris bersama Ronaldo di tim mereka daripada di tim rival Manchester United? Entah. (goal)


(ig: soccer_remind)